Banyak
pendapat yang menyatakan tentang genealogi Nabi Besar muhammad SAW dan
salah satunya menyatakan bahwa Nabi muhammad merupakan seorang Muarobin
seperti pendapat dari Mifthachul Luthfi Muhammad yaitu orang keturunan
Indonesia yang hidup di daerah timur Tengah. Jika benar pendapat ini
maka suatu anugerah yang besar buat Bangsa Indonesia. Bangsa yang saat
ini sedang terpuruk dengan perilakunya yang sangat jauh akan hikmah dan
kesopanan. Bangsa yang saat ini sedang tidak memiliki tokoh panutan dan
teladan yang Menomor satukan Tuhan sesuai dengan sila pertama pancasila “
Ketuhanan Yang Maha Esa”, Ikhlas dan Jujur. Dengan adanya pendapat
seperti ini maka di harapkan adanya perubahan perilaku dan semangat
kembali mempelajari suri tauladan manusia agung tersebut berupa Hadist
dan Sejarahnya yang selama ini banyak di tinggalkan masyarakat
Indonesia.
Seperti kata Budayawan Emha Ainun Najib yang menyoroti dan menyimak tentang Nabi Muhammad. Nabi
Muhammad SAW layak diduga sebagai seorang Arab-Jawa. Bukan Arab tulen.
Nabi Muhammad SAW menolak digambar wajahnya demi menghindari kontroversi
pada masa setelah ia wafat. Kontroversi itu terutama mengenai ciri
fisik Muhammad SAW yang layak diduga tidak persis Arab tulen. Cara
berjalan Muhammad SAW tidak menunjukkan ciri gesture Arab tulen yg
mendongak kepala dan jumawa. Cara berjalan Muhammad SAW ialah melangkah
santun dan “seperti menuruni ketinggian bukit”. Tawadlu. Cara berjalan
Muhammad SAW adalah berat badan atas condong ke depan/membungkuk, dan
kaki kuat berkuda-kuda. Tuturkata Muhammad SAW lemah-lembut.
Mana ada orang Arab [tulen] yang begitu, terutama pada masa itu?
Tuturkata lemah-lembut ini khas Jawa, berbeda jauh dari style Arab yg
suka bicara kasar dan meledak-ledak. Gesture dan tuturkata Muhammad SAW
ini menjadi magnet sehingga kehadirannya menyedot perhatian Arab-arab
tulen. Muhammad SAW suka bertapa [khalwat]. Bangsa Arab tulen tak punya
tradisi ini. Bertapa itu khas Jawa.
Jika
membicarakan tentang garis keturunan Nabi Muhammad SAW maka tidak akan
jauh pembicaraannya dengan Ibunda Siti Hajar dan Nabi ismail AS. Dan
perlu diketahui pula bahwa nama “Ismail” merupakan bahasa Ibrani (
Yahudi ) bukan asli Bahasa Arab yang artinya Hamba Tuhan. Ibunda Siti
Hajar sebelum dinikahi oleh Nabi Ibrahim AS adalah budak yang utama dari
Fir’aun Khufu Raja Mesir kuno yang mengangkat dirinya sebagai Tuhan dan
mengaku sebagai keturunan Ra dan Osiris Dewa Matahari dan Bulan Bangsa
Mesir Kuno. Fir’au Khufu mengganggap dirinya pantas menjadi tuhan karena
selama hidupnya tidak pernah sakit secara kasat mata semacam pilek dan
batuk dan sebagainya, berumur panjang konon sampai 600 tahun, mempunyai
kekuasaan yang absolut dan mutlak.
Pada
waktu pemerintahannya guna mendukung jalannya pemerintahan serta
pembangunan bangunan monumental maka Fir’aun Khufu memerlukan para
penambang emas yang saat itu hanya manusia-manusia dari Swarnadwipa (
Pulau Emas ) atau yang lebih dikenal dengan Pulau Sumatera saat ini yang
memiliki kemampuan dalam menggali dan menambang emas. Fir’aun Khufu
sudah mengetahui sepak terjang para penambang tersebut ketika mereka
menggali dan menambang emas di bagian tengah dan selatan Benua Afrika.
Guna menunjang keinginan tersebut maka Fir’aun Khufu mengundang para
penambang-penambang emas tersebut di bawah pimpinan yaitu kakek dari
ayahanda Ibunda Siti Hajar. Beliau merupakan kepala ekspatriat dari
Swarnadwipa yang di datangkan oleh Fir’aun Khufu. Seiring dengan
banyaknya tambang emas baru yang diketemukan maka banyak pula bertambah
para imigran dari daratan Swarnadwipa yang menjadi penambang emas di
Negeri Mesir dan sudah diakui menjadi kelompok masyarakat tertentu di
Negeri Mesir.
Semakin
absolutnya kekuasaan Fir’aun Khufu maka semakin pula dia berbuat
semena-mena termasuk salah satunya adalah dia banyak meniduri para
perawan dari rakyatnya.Tidak terkecuali dia tertarik oleh kecantikan
Siti Hajar meskipun beliau merupakan putri ekspatriat penambang emas
yang terkemuka. Munculnya penyakit “raja singa” ini pertama kali yang
mengidapnya adalah Fir’aun Khufu tersebut karena hobinya yang
menyimpang. Disamping itu pula ketika si Fir’aun Khufu setelah meniduri
perawan rakyatnya maka dia akan menyunat perempuan tersebut.Selain itu
penyakit darah tinggi dan diabetes juga mengidap si raja tersebut di
karenakan memakan makanan yang lezat-lezat.
Hal
tersebut banyak merisaukan ayahanda Siti hajar, oleh karena itu suatu
ketika ayahanda Siti Hajar menawarkan kepada Fir’aun agar Siti Hajar
dianggap sebagai keluarganya agar Ibunda Hajar tidak di tiduri oleh
Fir’aun Khufu dengan catatan ayahanda Siti hajar menyetorkan Emas lebih
banyak dan banyak menemukan tambang emas lagi. Pada saat itu para
permaisuri Fir’aun banyak yang menolak status Ibunda Siti
Hajar yang merupakan keturunan luar Bangsa Mesir dan pada akhirnya agar
membedakan status Ibunda Siti Hajar dengan para permaisuri maka telinga
ibunda Siti Hajar di tindik atau diberikan anting-anting. Maka
anting-anting ini merupakan bentuk aksesoris Ibunda Hajar yang pertama
di dunia disamping beliau pula yang mengenalkan sabuk untukmengikat
pinggang.
Waktupun
berlalu hingga kedatangan Khalifah Dagang yang di pimpin oleh Nabi
Ibrahim hingga si Fir’aun Khufu tertarik akan kecantikan Ibunda Sarah
dan diboyonglah Ibunda Sarah ke Istana Fir’aun dan ketika akan di tiduri
Fir’aun Khufu tidak sanggup menggerakkan badannya. Karena takut akan
ketinggian ilmu Ibunda Sarah maka si Fir’aun pun melepaskan Ibunda Sarah
dan memberikan salah satu anggota keluarganya sebagai pembantu Ibunda
Sarah yaitu Ibunda Hajar. Dan Ibunda Hajar pun ikut rombongan dari Nabi
Ibrahim yang kelak di nikahinya dan kemudian di tempatkan di Makkah
serta mempunyai anak yang bernama Ismail dan mempunyai keturunan sebagai
Nabi penutup yaitu Nabi Muhammad SAW. Kalau misalkan memang diperlukan
penelitian lebih lanjut maka Nabi Muhammad SAW pun meninggalkan fisiknya
yaitu berupa rambut yang di simpan di Museum di Turki. Dari rambut maka
akan banyak diketahui tentang gen, DNA dan golongan darah yang nantinya
dapat mengerucut pada genealogi Nabi Muhammad SAW.
Sumber : Sejarah.Kompasiana