Assalamu’alaikum guys.
Apa kabarnya nih? Salam sehat untuk kita semua J
Selamat datang untuk kamu yang berkunjung ke blogku. Juga, selamat
datang buat ku ^_^ wkwkw menyelamati diri sendiri yang akhirnya kembali lagi ke
dunia per-bloggeran setelah
bertahun-tahun tanpa kabar. Padahal siapa juga yang di sini nanyain kabar ku wkwkw
Bukan apa-apa sih. Tapi kembalinya saya ke sini bermula dari
sebuah tugas yang diberikan oleh salah satu dosen yang sangat ahli di bidangnya
:D Eitss, sebentar deh. Tadi disebut kata ‘dosen’. Nah berarti sudah jelas yaa
selama hiatus yang begitu lama, waktu pun berjalan mengiringi saya sampai di
jenjang studi yang sekarang. Kalau dulu saya masih di bangku Sekolah Menengah
Pertama, Alhamdulillah saat ini saya
diberikan kesempatan oleh Allah untuk menjalankan studi di salah satu perguruan
tinggi negeri di Jawa Tengah. Dan saya sedang berada di Semester 4 alias sudah
sampai di pertengahan nih. Cukup lama atau lama banget ya antara nieke SMP
dengan nieke di pekuliahan :D
Oke segitu saja intro nya ya takut kebablasan malah ga jadi
ngerjain tugas gimana dong L heuheu :v
Next, mari kita masuk ke topik yang ingin
saya ceritakan di bawah ini. Kali ini topiknya gak akan jauh dengan dunia
perkuliahan yang saya jalani. Yups sekarang masih menempuh kuliah di Program Studi
Gizi UNNES. So, Yuk kita berbicara
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan gizi.
Oke oke kak, jadi sebenarnya apa sih stunting
itu?
STUNTING?
Stunting merupakan masalah gizi pada anak
yang memiliki dampak jangka panjang. Berdasarkan Riskesdas 2018, sebanyak 33
dari 34 provinsi di Indonesia memiliki presentase lebih dari 20% untuk proporsi
status gizi sangat pendek dan pendek. Pada kategori pendek terjadi peningkatan
persentase yakni dari 18,0% menjadi 19,3%. Proporsi status gizi sangat pendek
dan pendek baduta menurut provinsi yaitu sebesar 29,9%. Padahal RPJMN 2019 menargetkan
untuk menurunkan persentasenya menjadi 28%.
Stunting dapat
didefinisikan sebagai indeks tinggi badan menurut umur yang kurang dari minus
dua standar deviasi (<-2 SD) dan sangat
pendek didefinisikan kurang dari minus tiga standar deviasi (<-3 SD).
Menurut WHO, batas “non public health
problem” untuk masalah kependekan sebesar 20 persen (Kemenkes, 2010) dan masalah
kesehatan masyarakat dianggap berat apabila prevalensi pendek sebesar 30-39
persen dan serius bila prevalensi pendek 40 persen (Kemenkes, 2013)
Hmm, apakah cukup mudah dipahami?
Mari kita gunakan bahasa yang lebih umum untuk semua kalangan. Stunting adalah hasil sebagian besar
nutrisi yang tidak memadai dan serangan infeksi berulang pada 1000 hari pertama
kehidupan anak. (Infodatin, 2016).
Infodatin 2016 menyebutkan, di seluruh
dunia sekitar 162 juta balita terkena stunting.
3 dari 4 anak stunting di dunia
berada di Sub-Sahara Afrika dan Asia. Di Sub-Sahara Afrika sebanyak 40% balita terkena
stunting. Sedangkan di tempat lain ada
39% balita yang terkena stunting tepatnya
di Asia Selatan. Stunting memiliki
efek jangka panjang seperti berkurangnya kognitif dan perkembangan fisik serta
mengurangi kapasitas kesehatan yang buruk. Di kemudian hari anak yang terhambat
dalam pertumbuhan tinggi badan juga memiliki resiko peningkatan kelebihan berat
badan atau obesitas.
STUNTING ITU BAHAYA KAH, KAK?
Wah stunting itu ga
bisa dianggap remeh lho. Stunting bisa
memiliki dampak yang cukup serius. Seperti mudah sakit, kemampuan kognitif
berkurang, resiko terkena penyakit yang berhubungan dengan pola makan (seperti diabetes
dan kegemukan), tidak seimbangnya fungsi-fungsi tubuh, postur tubuh yang tidak
maksimal saat dewasa, serta dalam lingkup yang lebih luas dapat mengakibatkan
kerugian ekonomi. Kok bisa? Iya tentu karena dampak-dampak stunting tersebut akan menurunkan kualitas sumber daya manusia,
produktifitas, serta daya saing bangsa.
APA SAJA YA KAK HAL-HAL YANG BISA MENYEBABKAN TERJADINYA STUNTING?
Tentu banyak hal yang
dapat menyebabkan anak mengalami kekerdilan atau yang disebut dengan stunting. Beberapa di antaranya ialah:
- Faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu sejak hamil maupun anak balita.
- Kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan.
- Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natall Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas.
- Masih kurangnya akses kepada makanan bergizi. Hal ini dikarenakandi Indonesia, makanan bergizi masih tergolong mahal.
- Kurangnya
akses ke air dan sanitasi.
JADI, GIMANA SUPAYA KEJADIAN STUNTING BISA DIKURANGI ATAU DICEGAH, KAK?
Dalam skala pencegahan, hal yang perlu dilakukan yaitu
meningkatkan cakupan kegiatan pencegahan stunting
dengan cara meningkatkan identifikasi pengukuran dan pemahaman mengenai gizi
dan stunting itu sendiri.
Hal lainnya yaitu adalah gizi ibu. Sebenarnya hal ini
berkaitan dengan saat sebelum menjadi seorang ibu. Dalam rangka meningkatkan
gizi pada wanita usia reproduksi maka diperlukan suatu kebijakan dan/atau
memperkuat intervensi untuk meningkatkan gizi dan kesehatan ibu, dimulai dari
gadis remaja.
Sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap kesehatan dan
gizi maka juga diperlukan adanya dukungan terkait pemberian ASI yang optimal. Caranya
yaitu menerapkan intervensi untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif dan
praktik pemberian makanan tambahan.
Masyarakat juga wajib terlibat dalam mendukung pencegahan stunting. Maka dari itu diperlukan pemberian
strategi berbasis masyarakat untuk
mencegah infeksi terkait penyebab stunting.
Penguatan intervensi berbasis masyarakat, termasuk memperbaiki air, sanitasi,
dan kebersihan menjadi hal yang penting.
Nah, jadi seperti itulah gambaran mengenai apa itu stunting, dampaknya, serta
pencegahannya. Sekian dulu ya. Kalau ada kritiik dan saran, silahkan bisa
komentar J Terima kasih sobat. Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum
And see u guys ^_^